Selasa, 30 Mei 2017

Pemilu 2019 Akan Gunakan E-Voting (Tanpa kertas dan Tinta)

Hai guys kali ini saya akan mebahas Berita dalam negeri.Di zaman moderen ini pastinya sudah banyak Elektronik elektronik canggih yang bermunculan, sangat di sayang kan apa bila sistem tersebut tidak di manfaat kan, Maka dari itu untuk Pemerintah akan memanfaat elektronik ini dengan baik salah satunya pemerintah berencana membuat pemilu 2019 nanti Menggunakan alat elektronik yang bernama "E-Voting" seperti apa E-Voting itu langsung saja kita lihat pembasannya CHECK IT OUT

Perlukah Penerapan "E-voting" pada Pemilu di Indonesia?

DPR mewacanakan penerapan e-voting pada Pemilu 2019.
Hal itu disampaikan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu, Lukman Edy, seusai rapat bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Rabu (11/1/2017).
Wacana ini berkaca pada kesuksesan beberapa daerah yang telah menyelenggarakan pemilihan kepala desa dengan menggunakan e-voting.

"Bangsa ini harus maju satu langkah, faktanya masyarakat kita siap dilihat dari 2009 sampai 2015. Contoh kasus pilkades bukan hanya di Jawa, di Bualemo (Gorontalo) misalnya," kata Lukman.
Luasnya wilayah geografis Indonesia, kata Lukman, menjadikan e-voting relevan digunakan dalam pemilu.
Ia menyebutkan, akan ada tiga opsi terkait e-voting, yakni menerapkan e-voting pada semua daerah, menolak penggunaan e-voting, atau menerapkan di beberapa daerah tertentu yang dianggap siap.
Namun, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai ide tersebut dirasa tak relevan dengan kondisi di Indonesia.

Menurut Titi, e-voting di negara lain diterapkan karena adanya kecurangan dalam proses pemungutan suara.
"Semestinya setiap usulan sistem itu berasal dari kebutuhan, harus dicari tahu terlebih dahulu kira-kira di mana letak kecurangan dalam proses pemilu, apakah di pencoblosannya atau di penghitungannya," kata Titi, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/1/2017).
Melihat kondisi Indonesia, Titi mengatakan, justru para pakar pemilu internasional, seperti Andrew Reynolds, menyatakan sistem pemungutan suara yang konvensional di Indonesia merupakan yang paling transparan di dunia.
Oleh karena itu, ia menilai, usulan Pansus RUU Pemilu untuk menerapkan e-voting pada Pemilu 2019 tidak relevan karena kecurangan pada pemilu Indonesia cenderung terjadi pada proses rekapitulasi dan penghitungan suara.

Biasanya, yang kerap terjadi adalah penggelembungan suara.
Titi berpendapat, lebih baik Pansus RUU Pemilu menerapkan e-counting ketimbang e-voting untuk memutus mata rantai kecurangan dalam pemilu.
"Saya kira e-counting lebih dibutuhkan daripada e-voting. Pansus bisa memulai kaji penerapan e-counting apakah bisa dilakukan di TPS (tempat pemungutan suara) atau di level yang lebih atas, itu bisa didalami lagi," lanjut Titi.

Sementara itu, pengamat pemilu, Ramlan Surbakti, menilai, penggunaan teknologi informasi dalam pemilu seharusnya betujuan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pemilu.
"Dengan demikian, alasan penggunaan teknologi informasi dalam pemilu seperti e-voting bukan karena infrastrukturnya sudah siap. Kalau infrastruktur siap dan dilaksanakan dan lantas merusak kualitas pelaksanaan pemilu, jadinya percuma," kata Ramlan, saat dihubungi, Kamis (12/1/2017) malam.
Ramlan menyebutkan, pada intinya, ada tiga jenis penerapan teknologi informasi dalam pemilu, yakni pemungutan suara elektronik (e-voting), penghitungan suara elektronik (e-counting), dan rekapitulasi suara elektronik.

Jika sejak awal suatu negara telah memutuskan menggunakan e-voting, maka proses ke depannya pasti menggunakan e-counting dan rekapitulasi elektronik.
Begitu pula ketika memilih e-counting, proses rekapitulasinya pasti menggunakan sistem elektronik juga.
Ramlan mengatakan, ketika memilih di antara ketiga teknologi tersebut, yang harus dikaji adalah kelemahan pelaksanaan pemilu ada di titik yang mana.

Di Indonesia, kata Ramlan, proses pemungutan dan penghitungan suara yang menggunakan sistem konvensional justru ia akui sebagai yang terbaik di dunia.
"Di Indonesia, justru pemungutan dan penghitungan suaranya masih manual dan disebut the best practice in the world. Itu tiada duanya di dunia," ujar Ramlan.
Ia mengatakan, proses pemungutan suara di Indonesia benar-benar dilakukan secara rahasia.
Begitu pula dalam penghitungan, prosesnya tak hanya disaksikan oleh panitia pemungutan suara, tetapi juga oleh saksi dari masyarakat.

Sementara itu, di banyak negara, seusai pemungutan, surat suara dibawa ke suatu tempat, lantas hanya dihitung oleh penyelenggara pemilu tanpa melibatkan masyarakat.
"Karena itu, menurut saya, kita enggak perlu pakai e-voting atau e-counting karena terbukti yang terbaik kualitasnya. Justru yang lebih dibutuhkan adalah rekapitulasi elektronik sebab di situ yang kerap terjadi kecurangan, berupa penggelembungan suara," papar Ramlan.
Indonesia, kata Ramlan, dikenal sebagai negara dengan proses rekapitulasi penghitungan suara terpanjang di dunia.

"Di negara lain, rekapitulasi hanya dilakukan di satu tempat. Selanjutnya, data langsung dimasukkan semua. Di Indonesia kan bertingkat-tingkat. Untuk pemilihan anggota DPR saja sampai lima tingkat. Di tiap tingkat itulah rawan terjadi penggelembungan atau jual beli suara," ujar Ramlan.
"Semestinya data dari TPS bisa langsung dimasukkan ke komputer atau dibawa ke satu tempat tertentu lalu dimasukkan secara bersama ke komputer sehingga memotong mata rantai kecurangan," lanjut dia.

Sangat perlu sekali Karena E - Voting ini mempunyai beberapa kelebihan
  • Kelebihan pertama yang dimiliki e-voting yakni layanan tersebut menggunakan perangkat elektronik untuk memberikan suara. Sementara sistem pemilihan konvensional menggunakan kertas surat suara.
  • Kedua, e-voting dapat menghitung dan mencetak struk audit. Sementara sistem konvensional mengandalkan perhitungan manual.
  • Ketiga, e-voting mampu melakukan pengiriman langsung dari perangkat di TPS ke KPU. Adapun sistem konvensional, pengiriman dilakukan secara fisik dan berjenjang waktu.
  • Terakhir, e-voting diklaim dapat menghitung hasil dengan cepat dan akurat karena menggunakan perangkat elektronik. Sementara sistem manual relatif lebih lama.

  Dan Akhirnya Pemilu Serentak 2019 yang Tanpa Kertas dan Tinta di Depan Mata


Sejatinya, Pilkada Serentak 2017 lalu digelar dengan menggunakan sistem elektronik atau e-voting. Bahkan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo sudah memberi sinyal bahwa Pilkada 2017 bakal meninggalkan cara lama.


"Saya ingin mulai dari tahun 2017 pilkada serentak tahap dua, pemilihan legislatif dan Pemilihan Presiden
Namun, rencana itu tak terlaksana lantaran belum semua warga yang punya hak pilih memiliki KTP elektronik atau e-KTP. Padahal, e-KTP merupakan alat utama yang digunakan untuk memilik dalam sistem e-voting.

Karena itu, Kemendagri pun terus menggenjot agar seluruh warga yang cukup umur melakukan perekaman data untuk bisa memiliki e-KTP. Data ini pula nantinya yang digunakan untuk penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019.

"Untuk kepentingan politik e-voting, untuk kepentingan lain dari SIM dari apa cukup ajukan itu. Kalau e-voting cukup masukkan alat, selesai," ujar Tjahjo, Kamis 28 Agustus 2016.
Uji Coba E-Voting
Pemilu dengan sistem e-voting bukanlah sesuatu yang muluk-muluk. Sebagai uji coba, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah menggelar uji coba e-voting di 526 pilkades di 9 kabupaten di Indonesia. Hasil dari pilkades menggunakan sistem e-voting ini hasilnya lebih akurat.


"Masyarakat pun percaya. Waktu itu sempat ada yang menang hanya selisih 1 suara. Nggak ada ribut, mereka langsung damai," ujar Kepala Program E-Pemilu BPPT Andrari Grahitandaru saat meninjau pilkades e-voting di Desa Babakan, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, Minggu (12/3/2017).

Desa Babakan di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor kemarin memang membuat sejarah baru. Sebab, desa ini menggelar pemilihan kepala desa (pilkades) dengan menggunakan sistem e-voting dan e-verifikasi atau sistem komputer.

Warga terlihat antusias mengikuti pilkades dengan sistem e-voting ini. Sejak Minggu pagi, warga mengantre memenuhi tempat pemungutan suara (TPS). Silih berganti para pemilih mendatangi TPS yang telah disediakan panitia.


Camat Ciseeng Eddy Muslihat mengatakan, sebelum pelaksanaan e-voting pilkades, panitia maupun aparatur desa sudah melakukan sosialisasi sejak jauh hari kepada para pemilih.
"Jadi, saat pelaksanaan tidak ada kendala. Awalnya warga sempat bingung dengan sistem ini. Tapi akhirnya mereka paham setelah rutin disosialisasikan," terang Eddy.
Pelaksanaan pilkades menggunakan sistem e-voting, lanjut Eddy, lebih cepat, transparan, dan meminimalkan kecurangan serta lebih akuntabel.

KPU Belum Memutuskan
Namun begitu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro belum bisa memastikan kapan pemilu di Indonesia menerapkan sistem elektronik atau e-voting secara keseluruhan.
"Kami harus lebih serius memikirkan soal kesiapannya, mulai dari undang-undang, pendanaan, dan kesiapan masyarakatnya," beber Juri saat meninjau pelaksanaan pilkades dengan sistem e-voting di Desa Babakan Madang.

KPU sejak dua tahun lalu telah mengkaji penerapan teknologi informatika dalam pemilu. Kajian itu menyasar sistem e-voting, e-rekap, dan e-counting. Kajian yang dilakukan mengacu kepada aspek regulasi, teknologi, sosial politik, dan anggaran.
"KPU sudah melakukan road map, mengkaji pemanfaatan teknologi. E-voting itu bisa menjadi jalan untuk membuat pemilu lebih akuntabel," ucap Juri.


Pada prinsipnya, lanjut dia, KPU berkeinginan pada pemilu mendatang menggunakan sistem elektronik yang dinilainya memberikan lebih banyak keuntungan, di antaranya efisiensi biaya, waktu, dan juga lebih aman dari kecurangan.
"Sistem ini lebih efektif, modern, dan semakin bisa dipertanggungjawabkan," kata Juri.
Selain itu, sistem ini hanya memerlukan sedikit biaya logistik. Tidak ada lagi penggunaan surat suara, tinta, serta meminimalkan kecurangan.

KPU juga sudah mulai memperkenalkan sistem e-rekap. Sistem tersebut sudah dilakukan pada pilkada 2015. Proses e-rekap tidak akan menghilangkan teknis memilih dengan medium kertas. E-rekap diberlakukan dengan penguatan teknologi informatika untuk mengumpulkan hasil pemindaian formulir C1.
"Sekarang tinggal menerapkan pemungutannya atau e-votingya," kata Juri.

Jadi, di Pemilu Serentak 2019 tak akan ada kertas serta istilah mencoblos lagi? Kita tunggu hasil kerja keras Kemendagri dan KPU. Terutama memastikan bahwa semua warga yang punya hak pilih bisa mendapatkan e-KTP tanpa ada alasan kehabisan blangko lagi.

 OK GUYS MUNGKIN ITU SAJA PEMBAHASAN KALI INI TERIMA KASIH TELAH MEMBACA SEMOGA BERMANFAAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar